Sabtu, 21 Januari 2012

Analisis Input Output

ANALISIS INPUT – OUTPUT
A.    Model Input-Output Leontief
Analisa input-output bukan suatu bentuk analisa ekuilibrium umum. Meskipun saling ketergantungan dari berbagai industry ditekankan, tingkat output yang benar yang dipertimbangkan adalah mereka yang memenuhi hubungan input-output secara teknis  ketimbang syarat keseimbangan pasar. Meskipun demikian permasalahan yang dihadapi analisa input-output juga berarti penyelesaian suatu sistem persamaan simultan, dan kembali aljabar matriks dapat dipergunakan.
B.    Susunan Model Input-Output
Karena biasanya suatu model input-output mencakup sejumlah besar industri, maka agar tidak rumit diperlukan kerangkanya. Untuk menyederhanakan permasalahan, asumsi berikut ini dipakai sebagai suatu aturan :
1)      Setiap industry hanya menghasilkan satu komoditi (commodity) yang sama (hal ini bila diartikan secara luas, akan membenarkan adanya kasus dua atau lebih komoditi yang secara bersama diproduksi, asalkan mereka diproduksi dalam proporsi yang tetap satu terhadap lainnya.
2)      Setiap industri mempergunakan suatu perbandingan (ratio) input yang tetap (atau kombinasi faktor produksi) untuk menhasilkan outputnya.
3)      Produksi disetiap industri tunduk pada “Constan returt to scale”, sehingga perubahan K kali dalam setiap input akan  menghasilkan perubahan output yang persis sama k kali. Tentu saja asumsi ini tidak sesuai dengan kenyataan. Hal yang mungkin hanyalah bila suatu industry menghasilkan dua komoditi yang berbeda atau menggunakan dua kemungkinan kombinasi faktor produksi yang berbeda, maka industry tersebut dapat – sedikitnya secara konseptual – dipecah menjadi dua industri yang terpisah. 



C.     Model Terbuka
Mengingat akna kehadiran sector terbuka, maka jumlah elemen-elemen dalam setiap kolom dari matriks koefisien-input A (atau singkatnya, matriks input A) harus kurang daripada I. Setiap jumlah kolom merupakan biaya input parsial (tidak termasuk biaya input primer) yang digunakan dalam memproduksi beberapa komoditi  seharga satu “dolar”; oleh karena itu bila jumlah ini lebih besar atau sama dengan $1, maka produksi tersebut secara ekonomi tidak dapat dibenarkan. Secara simbolis fakta ini dapat dinyatakan dengan :
Dimana penjumlahan terhadap i, yakni terhadap elemen-elemen dalam berbagai baris darri kolom j tertentu. Pemikiran lebih lanjut, dapat pula dikatakan bahwa : karena nilai output ($ 1) harus diserap seluruhnya oleh pembayaran untuk faktor-faktor produksi, maka jumlah kolom yang lebih kecil dari $ 1 menunjukkan pembayaran pada input primer dari sector terbuka. Jadi, nilai input primer yang diperlukan untuk menghasilkan satu unit komoditi adalah :  1 -    .
Bila industri I menghasilkan output yang cukup untuk memenuhi kebutuhan input dari n  industry dan juga permintaan akhir dari sektor terbuka, maka tingkat output x1 harus memenuhi persamaan berikut ini :
X1 = a11 x1 + a12 x 2 + . . . + a1n xn + d1
Atau     (1 – a11) x1 – a12 x2 - . . . – a1n xn = d1
            Dimana d1 menunjukkan permintaan akhir untuk output yang bersangkutan dan aij xj menunjukkan permintaan input dari industri ke-j. Selain koefisien pertama (1 – a11), koefisien sisanya dalam persamaan terakhir langsung dipindahkan dari baris pertama, mereka seluuhnya diawali dengan tanda minus. Hal yang serupa, persamaan yang bersesuaian untuk industry II mempunyai koefisien yang sama seperti dalam baris kedua (juga dalam penambahan tanda minus), kecuali bahwa variabel x2 mempunyai koefisien (1 – a22) ketimbang – a22. Untuk seluruh kelompok n industri, tingkat output yang “benar” dapat diringkas  dengan n sistem persamaan linear sebagai berikut :
                        (1 – a11) x1 -                 a12 x2 - . . . -                 a1n xn = d1
                                    -a21 x1 + (1 – a22) x2 - . . . -                   a2n xn =d2
            (5.17)……………………………………………………………………………………..
                                    -an1 x1 -            an2 x2 - . . . + (1 – ann) xn = dn
            Dalam notasi matriks, ini dapat ditulis sebagai
( 1 - a11)              - a12        . . .        - a1n              x1                            d1
                                    -a21                  (1-a22)   . . .          -a2n          x2                         d2
(5.17’)              :                            :                         :             :              =          :
                        .                            .                         .             .                          .
                        -an1                  -an2      . . .       (1 – ann)     xn                           dn

            Bila angka 1 disebelah kiri dalam diagonal utama matriks dihilangkan, maka matriks menjadi sederhana – A = (- aij). Di lain pihak, matriks adalah jumlah dari matriks identitas (identity) In (dengan angka-angka 1 pada diagonal utama dan 0 pada tempat lainnya) dan matriks –A. Jadi, (5.17I) dapat juga ditulis sebagai
            (5.17”)             (I – A) x = d
Dimana x dan d masing-masing adalah vektor variabel dan vektor permintaan akhir (suku konstanta). Matriks (I – A) disebut matriks teknologi, dan dapat dinyatakan dengan T. Jadi sistem persamaan dapat pula ditulis sebagai
            (5.17”’)            Tx = d

Selama T nonsingular – dan tidak ada alas an kenapa tidak demikian – kita dapat mencari invers T-1 , dan meperoleh satu jawaban tunggal untuk sistem tersebut dari persamaan.
            (5.18)               x = T-1 d = (I – A)-1 d
Contoh Numerik
Dianggap bahwa hanya ada tiga industri dalam perekonomian dengan matriks  koefisien-input sebagai berikut (kali ini digunakan angka desimal) :
                                    a11        a12        a13                    0,2       0,3       0,2
            (5.19)   A =       a21        a22        a23        =          0,4       0,1       0,2
                                    a31        a32        a33                    0,1       0,3       0,2
            Perhatikan bahwa, di dalam A jumlah setiap kolom adalah kurang dari 1, sesuai dengan yang seharusnya. Selanjutnya bila kita menyatakan dengan a0j jumlah “dollar” dari input primer yang digunakan dalam memproduksi komoditi ke-j seharga satu dollar, kita dapat menulis (dengan mengurangkan 1 dengan jumlah setiap kolom) :
            (5.20)               a01 = 0.3           a02 = 0.3           dan      a03 = 0.4

            Dengan matriks A diatas, sistem input-output terbuka dapat dinyatakan dalam bentuk Tx = (1 – A)x = d sebagai berikut :
                                    0,8       -0,3      -0,2      X1                     d1
                                    -0,4      0,9       -0,2      X2         =          d2
                                    -0,1      -0,3      0,8       X3                     d3

Dalam cara ini dengan tetap menganggap vektor d dalam bentuk parameter, jawaban kita akan timbul sebagai suatu “rumus” dimana kita dapat memasukkan berbagai vektor d untuk memperoleh berbagai jawaban spesifik yang sesuai.
            Dengan membalikkan matriks teknoligi T, 3 x 3, jawaban dari (5.12) dapat diperoleh secara kira-kira (karena pembulatan nilai desimal), sebagai :
            X1                                                                                          0,66     0,30     0,24     d1
            X2                  = T-1 d =             0,34     0,62     0,24     d2
            X3                                             0,21     0,27     0,60     d3
Bila vektor permintaan-akhir tertentu (katakanlah sasaran output dari suatu program pembangun) adalah d =  10            , dalam milyar “dollar” maka nilai jawabannya sebagai berikut:    
                                          5
                                          6
X1 =       0,66(10) + 0,30(5) + 0,24(6)    =  = 24,84
Hal yang sama  juga untuk
X2 =  = 20,68      dan      X3 =  = 18,36
            Selanjutnya timbul pertanyaan yang penting. Produksi bauran output X1 , X2 dan X3 harus membawa sejumlah input primer tertentu yang diperlukan. Apakah sejumlah yang disyaratkan sesuai dengan apa yang tersedia dalam perekonomian ? Atas dasar (5.20) , input primer yang disyaratkan dapat dihitung sebagai berikut :
 = 0,3 (24,84) + 0.3 (20,68) + 0,4 (18,36) = $21,00 milyar.



Oleh karena itu, permintaan spesifik yang kedua d =  10     akan mungkin jika dan hanya jika
                                                                                       5
                                                                                       6
Dan hanya jika jumlah input primer yang tersedia paling sedikit $21 milyar. Bila jumlah yang tersedia ternyata kurang, maka dengan demikian sasaran produksi tentu saja harus disesuaikan kebawah.
            Satu cirri yang penting dari analisa diatas adalah bahwa : selama koefisien input tetap sama, invers T-1 = (1 – A)-1 tidak akan berubah, oleh karena itu hanya satu pembalikkan matriks yang perlu dibentuk, meskipun bila kita mempertimbangkan seratus atau seribu vektor permintaan akhir yang berbeda – seperti suatu spektrum dari sasaran alternative pembangunan. Keunggulan ini tidak dimiliki oleh aturan Cramer. Dalam aturan Cramer ini pemecahannya dihitung dengan rumus X1 = [Tj]/[T], tetapi setiap kali vektor permintaan akhir dimasukkan, kita harus menghitung kembali determinan [Tj]. Hal ini akan lebih memakan waktu daripada perkalian suatu T-1 yang diketahui dengan vektor d yang baru.
D.    Mencari Invers dengan Aproksimasi
Dalam model input-output, terdapat suatu cara untuk mencari suatu perkiraan terhadap invers T-1 = (1 – A)-1 untuk setiap derajat ketepatan, jadi memungkinkan untuk menghindari proses pembalikan matriks sama sekali. Maarilah kita perhatikan perkalian matriks (m = suatu bilangan bulat positif) berikut ini :
(I - A) (I + A +A2 + . . . + Am)
= I(I + A + A2 + . . . + Am) – A (I +A + A2 + . . . + Am)     
= (I + A + A2 + . . . + Am) – (A + A2 + . . . + Am  + Am+1)
= I – Am+1
Jika hasil perkalian matriks identitas sendiri, maka kita dapat menggunakan jumlah matriks
(I + A +A2 + . . . + Am) sebagai invers (I – A). Kehadiran suku –Am+1 dapat merusak yang lain. Tetapi untunglah matriks Am+1 dapat digunakan untuk mendekati matriks nol, n x n,
maka I – Am+1 akan mendekati I, dan jumlah matriks (I + A + A2 + . . . + Am) akan mendekati invers (I – A)-1. Oleh karena itu, dengan membuat Am+1 mendekati matriks nol, kita akan memperoleh perkiraan invers aproksimasi dengan menambahkan matriks I, A, A2, . . . Am.
Bila ditentukan matriks koefisien-input A=[aii] yang non-negatif , yang masing-masing jumlah kolomnya kurang dari 1, matriks Am+1 akan mendekati matriks nol bila m dinaikkan tak terhingga. Untuk tujuan ini, kita memerlukan konsep ukuran dari matriks A, yang ditentukan  sebagai jumlah kolom yang terbesar dalam A dan dinyatakan dengan N(A).  Misalnya dalam matriks (5.19), kita mempunyai N(A)=0,7, ini adalah jumlah kolom pertama yang juga sama dengan kolom kedua. Jelas bahwa, tidak ada elemen dalam suatu matriks yang bisa melebihi nilai ukurannya, jadi,
                aij N(A)              (untuk semua i, j)
 Dalam hubungannya dengan input output, kita mempunyai N(A) < 1, dan seluruh aij < 1. Sebenarnya, karena matriks A non-negatif, kita harus mempunyai
            0 < N(A) < 1
Mengenai ukuran matriks, kita menemukan teorema yang menyatakan bahwa , bila diketahui matriks A dan B yang bersesuaian, ukuran hasil perkalian matriks AB tidak pernah melebihi hasil perkalian N(A) dan N(B) :
(5.22)   N(AB) ≤ N(A) N(B)
Dalam kasus khusus, A=B, dimana matriks adalah matriks kwadrat, hasilnya adalah
(5.23)   N(A2) ≤ [ N(A)]2
Jika B=A2, (5.22) dan (5.23) bersama-sama berarti bahwa :
         N(A3) ≤ N(A) N(A2)≤N(A) [N(A)]2 = [N(A)]3
Secara umum versi yang terakhir adalah:
(5.24)   N(Am) ≤ [N(A)]m
Dengan dasar inilah 0 < N(A) < 1 mempunyai arti yang signifikan, karena jika m menjadi tak terhingga, [N(A)]m harus mendekati nol bila N(A) suatu pecahan positif. Dari (5.24), ini berarti bahwa N(Am) juga harus mendekati nol, karena  [N(A)]m paling tidak sebesar[A(A)]m. Namun bila demikian halnya, elemen dalam matriks Am juga harus mendekati nol jika m dinaikkan tak terhingga, karena tidak ada elemen dari matriks yang terakhir dapat melebihi nilai ukuran N(Am). Jadi, dengan membuat m cukup besar, matriks  Am+1 dapat dibuat mendekati matriks nol, jika syarat 0,N(A)<1 dipenuhi.
E.     Model Tertutup
Bila sektor eksogen dari model input-output dimasukkan ke dalam system sebagaiman juga sektor industri lainnya, maka model ini akan menjadi suatu model tertutup. Dalam model seperti itu, permintaan akhir dan input primer tidak muncul, di tempat tersebut akan digambarkan kebutuhan input dan output dari industri yang baru. Sekarang seluruh barang akan bersifat barang antara (intermediate), karena sesuatu yang dihasilkan hanya akan dihasilkan untuk memenuhi kebutuhan input dari industri (n+1) dalam model.
Secara sepintas, konversi dari sektor terbuka ke dalam suatu industri tambahan nampaknya tiddak akan menimbulkan perubahan yang berarti dalam analisa. Tetapi, sebenarnya karena industri yang baru dianggap mempunyai suatu rasio input yang tetap seperti juga industri lainnya, penyediaan dari apa yang digunakan untuk menjadi input primer harus merupakan proporsi yang tetap yang berarti bahwa biasanya dinamakan sebagai permintaan terakhir. Sebagai contoh, agar dapat berarti lebih jelas, ini berarti bahwa rumahtangga akan mengkonsumsi tetap komoditi dalam suatu perbandingan yang tetap terhadap jasa tenaga kerja yang mereka tawarkan. Ini tentu saja merupakan perubahan yang berarti dalam kerangka analisa kita.
Secara matematik, hilangnya permintaan akhir berarti bahwa kita sekarang akan mempunyau system persamaan homogeny. Dengan asumsi hanya terdapat empat industri (termasuk yang baru ditunjuk dengan indeks 0), tingkat output yang “benar” akan bersesuaian dengan (5.17), yang memenuhi system persamaan :
(1 – a00)                -a01       -a02       -a03           x0               0
                 -a10                (1-a11)        -a12       -a13            x1      =      0
                 -a20                      -a21   (1-a22)      -a23            x2             0                              
                 -a30                      -a31       -a32    (1-a33)         x3              0
Karena system persamaan ini homogen, maka ia dapat mempunyai  jawaban yang tidak remeh (nontrivial) jika dan hanya jika matriks teknologi (I-A). 4 x 4, mempunyai determinan yang nol. Syarat yang terakhir ini memang selalu dipenuhi. Di dalam suatu model tertutup, tidak ada lagi input primer, , jadi jumlah setiap kolom dalam matriks koefisien input A sekarang harus benar-benar sama dengan 1 ; jadi a0j + a1j + a2j + a3j = 1, atau:
A0j = 1-a1j-a2j-a3j
Tetapi ini berarti bahwa, dalam setiap kolom matriks (1-A) di atas, elemen palimg atas selalu sama dengan selisih dari jumlah ketiga elemen-elemen lainnya. Akibatnya, keempat baris tersebut adalah tidak bebas secara linear, dan kita harus mencari |1-A|=0. Ini menjamin, bahwa sistemnya mempunyai jawaban ‘tidak remeh’ (nontrival); dalam kenyataannya, system ini mempunyai sejumlah pemecahah yang tak terhingga. Ini berarti bahwa di dalam suatu model tertutup dengan system persamaan homogen, tidak ada satu jawaban kombinasi output yang benar. Kita dapat menentukan tingkat output  x1……….x4 dalam perbandingan satu terhaap lainnya, tetapi tidak dapat menetapkan tingkat absolutnya kecuali ditetapkan adanya kendala tambahan di dalam model itu.  








           

Ketahanan Nasional

KETAHANAN NASIONAL

A.   PENGERTIAN KETAHANAN NASIONAL
Terdapat tiga perspektif atau sudut pandang terhadap konsepsi ketahanan nasional. Ketiga perspektif tersebut sebagai berikut :
1.      Ketahanan nasional sebagai kondisi.
Perspektif ini melihat ketahanan nasional sebagai suatu penggambaran atas keadaan yang seharusnya dipenuhi. Keadaan atau kondisi ideal demikian memungkinkan suatu negara memiliki kemampuan mengembangkan kekuatan nasional sehingga mampu menghadapi segala macam ancaman dan gangguan bagi kelangsungan hidup bangsa yang bersangkutan.
2.      Ketahanan nasional sebagai sebuah pendekatan, metode atau cara dalam menjalankan suatu kegiatan khususnya pembangunan negara.
Sebagai suatu pendekatan, ketahanan nasional menggambarkan pendekatan yang integral. Integral dalam arti pendekatan yang mencerminkan antara segala aspek / isi, baik pada saat membangun maupun memecahkan masalah kehidupan. Dalam hal pemikiran, pendekatan ini menggunakan pemikiran kesisteman (system thinking).
3.      Ketahanan nasional sebagai doktrin.
Ketahanan nasional merupakan salah satu konsepsi khas Indonesia yang berupa ajaran konseptual tentang pengaturan dan penyelenggaraan bernegara. Sebagai doktrin dasar nasional, konsep ketahanan nasional dimasukkan dalam GBHN agar setiap orang, masyarakat, dan penyelenggara negara menerima dan menjalankannya.
Berdasarkan ketiga pengertian ini, kita mengenal tiga wujud atau wajah dari ketahanan nasional (Chaidir Basrie,2002), yaitu :
1)      Ketahanan Nasional sebagai kondisi
2)      Ketahanan Nasional sebagai metode
3)      Ketahanan Nasional sebagai doktrin
Ketahanan nasional adalah konsepsi politik kenegaraan Republik Indonesia. Ketahanan nasional merupakan landasan konsepsional bagi pembangunan nasional di Indonesia.
Ketahanan Nasional adalah suatu kondisi dinamis suatu bangsa, yang berisi keuletan dan ketangguhan, yang mengandung kemampuan mengembangkan kekuatan nasional dalam menghadapi dan mengatasi segala ancaman, gangguan, hambatan dan tantangan, baik yang datang dari luar maupun dari dalam negeri, yang langsung maupun tidak langsung membahayakan integritas, identitas, kelangsungan hidup bangsa dan negara serta perjuangan dalam mengejar tujuan nasional Indonesia (Suradinata, 2005: 47).
Bagi bangsa Indonesia ketahanan nasional dibangun diatas dasar falsafah bangsa dan negara Indonesia yaitu Pancasila.

B.   PERKEMBANGAN KONSEP KETAHANAN NASIONAL DI INDONESIA
1.      Sejarah Lahirnya Ketahanan Nasional
Gagasan tentang ketahanan nasional bermula pada awal tahun 1960-an pada kalangan militer angkatan darat di SSKAD yang sekarang bernama SESKOAD (Sunardi, 1997).
Dalam pemikiran Lemhanas tahun 1968 tersebut telah ada kemajuan konseptual berupa ditemukannya unsur-unsur dari tata kehidupan nasional yang berupa ideologi, politik, ekonomi, sosial, dan militer. Pada tahun 1969, lahirlah istilah ketahanan nasional.
Konsepsi ketahanan nasional waktu itu dirumuskan sebagai keuletan dan daya tahan suatu bangsa yang mengandung kemampuan mengembangkan kekuatan nasional yang ditujukan untuk menghadapi segala ancaman dan kekuatan yang membahayakan kelangsungan hidup negara dan bangsa Indonesia.
Konsepsi ketahanan nasional Indonesia berawal dari konsepsi kekuatan nasional yang dikembangkan oleh kalangan militer. Pemikiran konseptual ketahanan nasional ini mulai menjadi doktrin dasar nasional setelah dimasukkan ke dalam GBHN.
2.      Ketahanan Nasional dalam GBHN
Konsepsi ketahanan nasional untuk pertama kali dimasukkan dalam GBHN 1973 yaitu ketetapan MPR No. IV / MPR / 1973.
Rumusan mengenai ketahanan nasional dalam GBHN 1998 adalah sebagai berikut :
1)      Untuk tetap memungkinkan berjalannya pembangunan nasional yang selalu harus menuju ke tujuan yang ingin dicapai agar dapat secara efektif dielakkan dari hambatan, tantangan, ancaman, dan gangguan yang timbul baik dari luar maupun dalam maka pembangunan nasional diselenggarakan melalui pendekatan ketahanan nasional yang mencerminkan keterpaduan antara segala aspek kehidupan nasional bangsa secara utuh dan menyeluruh.
2)      Ketahanan nasional adalah kondisi dinamis yang merupakan integrasi dari kondisi tiap aspek kehidupan bangsa dan negara. Pada hakikatnya ketahanan nasional adalah kemampuan dan ketangguhan suatu bangsa untuk dapat menjamin kelangsungan hidup menuju kejayaan bangsa dan negara.
3)      Ketahanan nasional meliputi, ketahanan ideologi, ketahanan politik, ketahanan ekonomi, ketahanan sosial budaya, dan ketahanan pertahanan keamanan.
a.       Ketahanan ideologi adalah kondisi mental bangsa Indonesia yang berlandaskan keyakinan akan kebenaran ideologi Pancasila yang mengandung kemampuan untuk menggalang dan memelihara persatuan dan kesatuan nasional dan kemampuan menangkal penetrasi ideologi asing serta nilai-nilai yang tidak sesuai dengan keperibadian bangsa.
b.      Ketahanan politik adalah kondisi kehidupan politik bangsa Indonesia yang berlandaskan demokrasi politik berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 yang mengandung kemampuan memelihara sistem politik yang sehat dan dinamis serta kemampuan menerapkan politik luar negeri yang bebas dan aktif.
c.       Ketahanan ekonomi adalah kondisi kehidupan perekonomian bangsa yang berlandaskan demokrasi ekonomi yang berdasarkan Pancasila yang mengandung kemampuan memelihara stabilitas ekonomi yang sehat dan dinamis.
d.      Ketahanan sosial budaya adalah kondisi kehidupan sosial budaya bangsa yang dijiwai kepribadian nasional berdasarkan Pancasila yang mengandung kemampuan membentuk dan mengembangkan kehidupan sosial budaya manusia dan masyarakat Indonesia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, rukun, bersatu, cinta tanah air, berkualitas, maju dan sejahtera dalam kehidupan.

C.   UNSUR-UNSUR KETAHANAN NASIONAL
1)      Gatra dalam Ketahanan Nasional
Para ahli memberikan pendapatnya mengenai unsur-unsur kekuatan nasional suatu negara.
1.      Unsur kekuatan nasionalmenurut Hans J. Morgenthou
Unsur kekuatan nasional negara terbagi menjadi dua faktor, yaitu
a.       Faktor tetap (stable factors) terdiri atas geografi dan sumber daya alam;
b.      Faktor berubah (dynamic faktors) terdiri atas kemampuan industri, militer, demografi, karakter nasional , moral nasional, dan kualitas diplomasi;
2.      Unsur kekuatan nasional menurut James Lee Ray
Unsur kekuatan nasional negara terbagi menjadi dua faktor, yaitu
a.       Tangible faktors terdiri atas penduduk industri, dan militer
b.      Intangible faktors  terdiri atas karakter nasional, moral nasional, dan kualitas kepemimpinan.

3.      Unsur kekuatan nasional menurut Palmer & Perkins
Unsur-unsur kekuatan nasional terdiri atas tanah, sumber daya, penduduk, teknologi, ideologi, moral, dan kepemimpinan.
4.      Unsur kekuatan nasional menurut Parakhas Chandra
Unsur-unsur kekuatan nasional terdiri atas tiga, yaitu
a.       Alamiah terdiri atas geografi, sumber daya, dan penduduk;
b.      Sosial terdiri atas perkembangan ekonomi, struktur politik, budaya dan moral nasional;
c.       Lain-lain: ide, inteligensi, dan diplomasi, kebijaksanaan kepemimpinan.
5.      Unsur kekuatan nasional menurut Alfred T. Mahan
Unsur-unsur kekuatan nasional terdiri atas letak geografi, wujud bumi, luas wilayah,jumlah penduduk, watak nasional, dan sifat pemerintahan.
6.      Unsur kekuatan nasional menurut Cline
Unsur-unsur kekuatan nasional terdiri atas sinergi antar potensi demografi dan geografi, kemampuan ekonomi, militer, strategi nasional, dan kemauan nasional.
7.      Unsur kekuatan nasional model Indonesia
Unsur-unsur kekuatan nasional Indonesia di kenal dengan nama Astagatra yang terdiri atas Trigatra dan Pancagatra.
a.       Trigatra adalah aspek alamiah (tangible) yang terdiri atas penduduk, sumber daya alam, dan wilayah.
b.      Pancagtra adalah aspek sosial (intangible) yang terdiri atas ideologi, politik, ekonomi,sosial budaya dan pertahanan keamanan.
Ketahanan nasional pada hakikatnya adalah kondisi yang dinamis dari integrasi tiap gatra yang ada.



Model ketahanan nasional dengan delapan gatra (Asta Gatra) ini secara matematis dapat di gambarkan sebagai berikut (Sunardi, 1997).
            K(t)     = f ( Tri Gatra, Panca Gatra)t atau
                        = f (G,D,A), (I,P,E,S,H)t
Keterangan :
K(t)     = kondisi ketahanan nasional yang dinamis
G         = kondisi geografi
D         = kondisi demografi
A         = kondisi kekayaan alam
I           = kondisi sistem ideologi
P          = kondisi sistem politik
E          = kondisi sistem ekonomi
S          = kondisi sistem sosial budaya
H         = kondisi sistem hankam
f           = fungsi, dalam pengertian matematis
t           = dimensi waktu

2)      Penjelasan Atas Tiap Gatra dalam Ketahanan Nasional
a.      Unsur atau Gatra Penduduk
Faktor yang berkaitan dengan penduduk negara meliputi dua hal berikut :
Ø  Aspek kualitas mencakup tingkat pendidikan, keterampilan, etos kerja, dan kepribadian.
Ø  Aspek kuantitas yang mencakup jumlah penduduk, pertumbuhan, persebaran, perataan, dan perimbangan penduduk di tiap wilayah negara. Terkait dengan unsur penduduk adalah faktor moral nasional dan karakter nasional.
b.      Unsur atau Gatra Wilayah
Hal yang terkait dengan wilayah negara meliputi :
  Bentuk wilayah negara dapat berupa negara pantai, negara kepulauan atau negara kontinental;
  Luas wilayah negara ; ada negara dengan wilayah yang luas dan negara dengan wilayah yang sempit (kecil);
  Posisi geografis, astronomis, dan geologis negara;
  Daya dukung wilayah negara; ada wilayah yang habitable dan ada wilayah yang unhabitable.
c.       Unsur atau Gatra Sumber Daya Alam
Hal-hal yang berkaitan dengan unsure sumber daya alam sebagai elemen ketahanan nasional, meliputi :
§      Potensi sumber daya alam wilayah yang bersangkutan mencakup sumber daya alam hewani, nabati, dan tambang;
§      Kemampuan mengeksplorasi sumber daya alam;
§      Pemanfaatan sumber daya alam dengan memperhitungkan masa depan dan lingkungan hidup;
§      Kontrol atas sumber daya alam.
d.      Unsur atau Gatra di Bidang Ideologi
Ideologi adalah seperangkat gagasan, ide, cita dari sebuah masyarakat tentang kebaikan bersama yang dirumuskan dalm bentuk tujuan yang harus dicapai dan cara-cara yang digunakan untuk mencapai tujuan itu.
Ideologi mendukung ketahanan suatu bangsa oleh karena ideologi bagi suatu bangsa memiliki dua fungsi pokok, yaitu :
v  Sebagai tujuan atau cita-citadari kelompok masyarakat yang bersangkutan, artinya nilai-nilai yang terkandung dalam ideologi itu menjadi cita-cita yang hendak dituju secara bersama;
v  Sebagai sarana pemersatu dari masyarakat yang bersangkutan, artinya masyarakat yang banyak dan beragam itu bersedia menjadikan ideologi sebagai milik bersama dan menjadikannya bersatu.
e.       Unsur atau Gatra di Bidang Politik
Penyelenggaraan bernegara dapat ditinjau dari beberapa aspek, seperti:
«  Sistem politik yang dipakai yaitu apakah sistem demokrasi atau non demokrasi;
«  Sistem pemerintahan yang dijalankan apakah sistem presidentil atau parlementer;
«  Bentuk pemerintahan yang dipilih apakah republik atau kerajaan;
«  Susunan negara yang dibentuk apakah sebagai negara kesatuan atau negara serikat.
f.        Unsur atau Gatra di Bidang Ekonomi
Bidang ekonomi berperan langsung dalam upaya pemberian dan distribusi kebutuhan warga negara. Kemajuan pesat dibidang ekonomi tentu saja menjadikan negara yang bersangkutan tumbuh sebagai kekuatan dunia. Contoh, Jepang dan Cina.
      Sistem ekonomi secara garis besar dikelompokkan menjadi dua macam yaitu sistem ekonomi liberal dan sistem ekonomi sosialis.
g.      Unsur atau Gatra di Bidang Sosial Budaya
Unsur budaya di masyarakat juga menentukan kekuatan nasional suatu negara. Hal-hal yang dialami sebuah bangsa yang homogen tentu saja akan berbeda dengan yang dihadapi bangsa yang heterogen (plural) dari segi sosial budaya masyarakatnya. Contoh, bangsa Indonesia yang heterogen berbeda dengan bangsa Israel atau bangsa Jepang yang relatif homogen.
h.      Unsur atau Gatra di Bidang Pertahanan Keamanan
Pertahanan keamanan suatu negara merupakan unsur pokok treutama dalam menghadapi ancaman militer negara lain. Oleh karena itu, unsur utama pertahanan keamanan berada di tangan tentara (militer). Pertahanan keamanan negara juga merupakan salah satu fungsi pemerintahan negara.
Ketahanan Nasional Indonesia dikelola berdasarkan unsur Astagatra yang meliputi unsur-unsur :
(1)   Geografi,
(2)   Kekayaan alam,
(3)   Kependudukan,
(4)   Ideologi,
(5)   Politik,
(6)   Ekonomi,
(7)   Sosial budaya, dan
(8)   Pertahanan keamanan.
Unsur 1-3 disebut Trigatra, Unsur 4-8 disebut Pancagatra.

D.   PEMBELAAN NEGARA
Berdasarkan Pasal 27 dan 30 UUD 1945, masalah bela Negara dan pertahanan negara merupakan hak dan kewajiban setiap warga negara Republik Indonesia.
Bela negara adalah upaya setiap warga negara untuk mempertahankan republik Indonesia terhadap ancaman, baik dari luar maupun dalam negeri.
1.      Makna Bela Negara
Membela Negara merupakan kewajiban sebagai warga Negara. Membela negara Indonesia adalah hak dan kewajiban dari setiap warga negara Indonesia. Hal ini tercantum secara jelas dalam Pasal 27 ayat 3 UUD 1945.
            Konsep bela negara dapat diuraikan secara fisik maupun nonfisik. Secara fisik yaitu dengan cara ”memanggil bedil” menghadapi serangan atau agresi musuh. Secara nonfisik dapat didefenisikan sebagai ”segala upaya untuk mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan cara meningkatkan kesadaran berbangsa dan bernegara, menanamkan kecintaan terhadap tanah air serta berperan aktif dalam memajukan bangsa dan negara.
2.      Peraturan Perundang-undangan tentang Bela Negara
Ketentuan atau landasan hukum mengenai bela negara secara tersurat dapat kita ketahui dalam bagian pasal atau batang tubuh UUD 1945 yaitu sebagai berikut :
a.       Pasal 27 ayat (3)  UUD 1945 Perubahan kedua yang berbunyi ”Setiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam upaya pembelaan negara”.
b.      Pasal 30 UUD 1945 Perubahan Kedua yang secara lengkap sebagai berikut :
µ  Tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha pertahanan dan keamanan negara.
µ  Usaha pertahanan dan keamanan negara dilaksanakan melalui sistem pertahanan dan keamanan rakyat semesta oleh Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara Republik Indonesia, sebagai kekuatan utama, dan rakyat, sebagai kekuatan pendukung.
µ  Tentara Nasional Indonesia terdiri atas Angkatan Darat, Angkatan Laut, dan Angkatan Udara sebagai alat negara bertugas mempertahankan, melindungi, dan memelihara keutuhan dan kedaulatan negara.
µ  Kepolisian Republik Indonesia sebagai alat negara yang menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat bertugas melindungi, mengayomi, melayani masyarakat, serta menegakkan hukum.
µ  Susunan dan kedudukan Tentara Naional Indonesia, Kepolisian Negara Republik Indonesia, hubungan kewenangan Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara Republik Indonesia di dalam menjalankan tugasnya, syarat-syarat keikutsertaan warga negara dalam usaha pertahanan dan keamanan negara, serta hal-hal yang terkait dengan pertahanan dan keamanan diatur dengan undang-undang.
3.      Keikutsertaan Warga Negara dalam Bela Negara
Keikutsertaan warga negara dalam upaya menghadapi ancaman tentu saja dengan upaya bela negara.
a)      Bela Negara secara Fisik
Menurut Undang-Undang No. 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara, keikutsertaan warga negara dalam bela negara secara fisik dapat dilakukan dengan menjadi anggota Tentara Nasional Indonesia dan Pelatihan Dasar Kemiliteran.
b)     Bela Negara secara Nonfisik
Menurut Undang-Undang No. 3 Tahun 2002 keikutsertaan warga negara dalam bela negara secara nonfisik dapat diselenggarakan melalui pendidikan kewarganegaraan dan pengabdian sesuai dengan profesi.
4.      Identifikasi Ancaman terhadap Bangsa dan Negara
Menurut Undang-Undang No. 20 Tahun 1982, ancaman mencakup ancaman, tantangan, hambatan dan gangguan, sedangkan menurut Undang-Undang No. 3 Tahun 2002 digunakan satu istilah yaitu ancaman.
Bentuk Ancaman
            Ancaman dibedakan menjadi dua yaitu ancaman militer dan ancaman nonmiliter. Ancaman militer adalah ancaman yang menggunakan kekuatan bersenjata yang terorganisasi yang dinilai mempunyai kemampuan yang membahayakan kedaulatan negara, keutuhan wilayah negara, dan keselamatan segenap bangsa.
            Bentuk-bentuk dari ancaman militer mencakup :
a.       Agresi berupa penggunaan kekuatan bersenjata oleh negara lain terhadap kedaulatan negara, keutuhan wilayah, dan keselamatan segenap bangsa atau dalam bentuk dan cara-cara antara lain :
1)      Invasi berupa serangan oleh kekuatan bersenjata negara lain terhadap wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia;
2)      Bombardemen berupa penggunaan senjata lainnya yang dilakukan oleh angkatan bersenjata negara lain terhadap wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia;
3)      Blokade terhadap pelabuhan atau pantai atau wilayah udara Negara Kesatuan Negara Republik Indonesiaoleh angkatan bersenjata negara lain;
4)      Serangan unsur angkatan bersenjata negara lain terhadap unsur satuan darat atau satuan laut atau satuan udara Tentara Nasional Indonesia;
5)      Unsur kekuatan bersenjata negara lain yang berada dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan perjanjian yang tindakan atau keberadaannya bertentangan dengan ketentuan dalam perjanjian;
6)      Tindakan suatu negara yang mengizinkan penggunaan wilayahnya oleh negara lain sebagai daerah persiapan untuk melakukan agresi terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia;
7)      Pengiriman kelompok bersenjata atau tentara bayaran oleh negara lain untuk melakukan tindakan kekerasan di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
b.      Pelanggaran wilayah yang dilakukan oleh negara lain, baik yang menggunakan kapal maupun pesawat nonkomersial.
c.       Spionase yang dilakukan oleh negara lain untuk mencari dan mendapatkan rahasia militer.
d.      Sabotase untuk merusak instalasi penting militer dan objek vital nasional yang mambahayakan keselamatan bangsa.
e.       Aksi teror bersenjata yang dilakukan oleh jaringan terorisme internasional atau yang bekerja sama dengan terorisme dalam negeri atau terorisme luar negeri yang bereskalasi tinggi sehingga membahayakan kedaulatan negara, keutuhan wilayah, dan keselamatan segenap bangsa.
f.       Pemberontakan bersenjata.
g.      Perang saudara yang terjadi antara kelompok masyarakat bersenjata dengan kelompok masyarakat bersenjata lainnya.




E.   INDONESIA DAN PERDAMAIAN DUNIA
1)      Posisi Negara dalam Era Global
Globalisasi adalah proses sosial yang muncul sebagai akibat dari kemajuan dan inovasi teknologi serta perkembangan komunikasi dan informasi.
Beberapa pendapat mengenai global dan globalisasi sebagai berikut :
a.       Kata globalisasi diambil dari kata global, yang maknanya ialah, universal atau internasional.
b.      Globalisasi dalam arti literal adalah sebuah perubahan sosial, berupa bertambahnya keterkaitan diantara masyarakat dan elemen-elemennya yang terjadiakibat transkulturasi dan perkembangan teknologi di bidang transportasi dan komunikasi yang memfasilitasi pertukaran budaya dan ekonomi internasional.
c.       Beberapa pakar mengartikan era globalisasi adalah era yang tercipta berkat kemajuan teknologi informasi, telekomunikasi, dan transportasi yang semakin pesat dan canggih.
d.      Globalisasi sebagai sebuah gejala tersebarnya nilai-nilai dan budaya tertentu ke seluruh dunia (sehingga menjadi budaya dunia atau world culture).
e.       Global artinya sejagat. Era global berarti era kesejagatan.
f.       Globalisasi menyangkut seluruh aspek kehidupan masyarakat dan individu anggota masyarakat.
g.      Globalisasi didefenisikan sebagai fenomena yang menjadikan dunia mengecil dari segi perhubungan manusia disebabkan oleh perkembangan teknologi informasi dan komunikasi.
Globalisasi memiliki karakteristik sebagai berikut :
Æ  Terkait erat dengan kemajuan teknologi, arus informasi, dan komunikasi yang lintas batas negara;
Æ  Tidak dapat dilepaskan dari adanya akumulasi kapital, tingginya arus investasi, keuangan, dan perdagangan global;
Æ  Berkaitan dengan semakin tingginya intensitas perpindahan manusia, barang, jasa, dan pertukaran budaya yang lintas batas negara;
Æ  Ditandai dengan semakin meningkatnya tingkat keterkaitan dan ketergantungan tidak hanya antarbangsa / negara tetapi juga antar masyarakat (Poppy S. Winannti, 2002).
2)      Partisipasi Indonesia bagi Perdamaian Dunia
Peran serta Indonesia dalam operasi pemeliharaan perdamaian merupakan amanat Pembukaan UUD 1945, yaitu dalam rangka mewujudkan perdamaian dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial.
Keikutsertaan Indonesia dalam upaya perdamaian dunia adalah dengan menjadi anggota pasukan perdamaian. Keikutsertaan Indonesia dalam operasi pemeliharaan perdamaian sudah dimulai sejak tahun 1957. Pasukan pemeliharaan perdamaian dari Indonesia dikenal dengan nama Kontingen Garuda atau Konga.